A.
Pengertian
Cinta, Kasih dan Perbedaannya
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian cinta kasih.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan W.J.S. Purwodarminta, cinta adalah rasa sangat suka (kepada) atau
rasa sayang (kepada), ataupun rasa sangat kasih atau sangat tertarik hatinya.
Sedangkan kata kasih, artinya perasaan sayang atau cinta (kepada) atau menaruh
belas kasihan. Dengan demikian, arti cinta dan kasih itu hampir sama sehingga
kata kasih dapat dikatakan lebih memperkuat rasa cinta. Oleh karena itu, cinta
kasih dapat diartikan sebagai perasaan suka (sayang) kepada seseorang yang
disertai dengan menaruh belas kasihan.
Walaupun cinta dan kasih mengandung arti yang hampir
sama, antara keduanya terdapat perbedaan, yaitu cinta lebih mengandung
pengertian tentang rasa yang mendalam, sedangkan kasih merupakan pengungkapan
untuk mengeluarkan rasa, mengarah pada orang atau yang dicintai. Dengan kata
lain, bersumber dari cinta yang mendalam itulah kasih dapat diwujudkan secara
nyata.
Erich Fromm
(1983: 24-27) dalam bukunya Seni
Mencintai menyebutkan bahwa cinta itu terutama memberi, bukan menerima, dan
memberi merupakan ungkapan yang paling tinggi dari kemampuan. Yang paling
penting dalam member adalah hal-hal yang sifatnya manusiawi, bukan materi.
Cinta selalu menyertakan unsur-unsur dasar tertentu, yaitu pengasuhan, tanggung
jawab, perhatian, dan pengenalan.
Eksistensi
sebagai kebutuhan ontologis, dalam pemikiran Cak Nun bermuara pada “cinta”.
Menurut Cak Nun, segala penciptaan merupakan manifestasi atas cinta. Seperti
dalam puisi Cak Nun “Tahajjud Cintaku” menjelaskan posisi cinta sebagai esensi,
seperti dalam penggalan berikut : “Tuhan kekasihku tak mengajari apapun kecuali
cinta/kebencian tak ada kecuali cinta kau lukai hatinya”. Pandangan tersebut
berdekatan dengan pandangan “cinta” nya Kahlil Gibran,serta pandangan para
filsuf eksistensialis-teistik seperti Kkierkegaard, Marcel dan Jaspers, yang
menganggap bahwa esensi dari “ada” adalah cinta. Bagi Gibran, kebutuhan cinta
dalam eksistensi memerlukan adanya kreatifitas, bukan generasi. Jika Gibran
mempersyaratkan apa yang dinamakan kreativitas sebagai konsekuensi cinta, maka
Cak Nun mempersyaratkan pada kesadaran, yaitu “kesadaran kealamsemestaan”.
Menurut
saya cinta memanglah perkara manusia yang esensial. Dari cinta, oleh cinta dan
untuk cinta. Manusia diciptakan karena adanya cinta, mengacu pada sifat Allah
swt yang maha rahman dan rahim. Nabi Adam dan Hawa tercipta karena kekuasaan
Allah swt sebagai perwujudan kasih dan sayangNya terhadap manusia. Diciptakan
juga untuk memperoleh indahnya cinta di dunia, yaitu cinta dari orangtua,
keluarga, kerabat, teman, sahabat dan
orang-orang terdekat, serta kembali pada hakikat cinta sesungguhnya yaitu
meraih cinta dari Allah swt, Sang pemberi dan penguasa cinta.
B.
Cinta
itu Pure atau Datang dari Nafsu
Rabu
(16/08/2006) BBC melansir sebuah penelitian oleh University London membuktikan
ketika sedang jatuh cinta, bagian otak manusia yang mengontrol pikiran-pikiran
kritis agak terganggu. Namun, ini tak hanya berlaku untuk cinta kepada kekasih,
kecintaan ibu kepada anaknya juga bisa menghasilkan hal serupa.
Penelitian
ini melibatkan 20 orang responden yang diminta pendapat tentang orang yang
dicintainya. Sebelumnya, mereka ditunjukkan foto orang tersebut.
Tak
hanya itu saja, terjadi peningkatan aktivitas dibagian otak yang merespon
terhadap reward atau hal-hal yang baik. Sedangkan bagian otak yang biasa
membuat pikiran-pikiran negatif mengalami penurunan aktivitas. Sehingga
penilaian terhadap orang yang dicintai lebih cenderung ke penilaian yang
bersifat positif. Sedangkan hal-hal yang negatif atau kesalahan pasangan kerap
terlewatkanoleh mereka. Hal itu menandakan bahwa cinta itu pure/ alami.
Cinta
yang pure adalah anugrah Yang Maha Kuasa yg diberikan kepada hamba-Nya yg penuh
keindahan jika dirasakan. Dengan cinta orang bisa menutupi luka, dengan cinta
orang bisa menyembuhkan luka, dengan cinta orang masih bisa berharap karena
cinta manusia masih mempunyai mimpi, karena cinta manusia bisa terluka, karena
cinta manusia bisa bahagia.
Cinta
menerima apa adanya mencintai karena adanya perubahan, bukan cinta namanya
melainkan perjanjian. Dalam cinta tidak ada perjanjian melainkan keikhlasan.
Cinta penuh maaf dan rela berkorban demi yg tercinta bahagia. Mencintai karena
ingin balasan, bukan cinta namanya melainkan pamrih. Dalam cinta tidak ada
pamrih melainkan ketulusan. Cinta penuh keindahan meskipun hanya dalam
khayalan. Jangan mencari jawaban cinta dengan logika, tapi tanyalah hati
tentang perasaan cinta dan carilah pembenarannya melalui logika.
Cinta
tidak dapat datang dari nafsu. Kalau kita lihat anak muda jaman sekarang mereka
menyatakan cinta kepada seorang wanita itu karena mereka melihat dari
kecantikannya, itu sudah pasti. Jadi kalau mau di kaji secara mendalam cinta
anak jaman sekarang itu adalah nafsu. Itu berarti mereka hanya memiliki nabsu
yang menggebu ketika melihat wanita yang canti, dan itu bukan cinta.
Kalau
kita berbicara masalah nafsu, nafsu adalah setan yang paling kejam, mengapa
demikian karena nabsu itu sudah di bakar di dalam neraka selama beribu ribu
tahun dan tetap nafsulah yang menggoda manusia dan menjerumuskan manusia ke
jalan buruk.
Menurut
Kahlil Gibran, cinta yang dibaluri nafsu birahi akan menjadi dahaga yang tak
kunjung terobati. Seorang tidak akan merasa puas dan tidak menerima apa adanya
sosok orang yang dicintainya.
Jadi,
cinta yang hanya menitikberatkan pada nafsu birahi, hanya melihat kecantikan
atau kesempurnaan fisik saja, bukanlah cinta yang sesungguhnya karena cinta itu
tidak dapat didefenisikan seperti teori fisika quantum dan cinta itu hanya ada
dalam hati.