Meniti kehidupan merupakan pilihan wajib
bagi setiap orang yang masih di beri kesempatan bernafas di dunia untuk mengemban
amanah. Pilihan wajib disini hanya berupa kesempatan yang datang dari berbagai
arah tak menentu dan jaminan individualislah yang menentukan keberhasilan
seseorang dalam memanfaatkan kesempatan itu semaksimal mungkin. Pada saat
tertentu, kehidupan sangatlah bersahabat, menyenangkan, indah, dan bersikap
manis pada seseorang. Di saat tertentu pula, kehidupan berupaya menghujam dari
seluruh arah, menusuk dari belakang, kemudian mendentamkan tubuh seseorang
jauh-jauh hingga kesakitanpun akan terasa walaupun ia tak berupaya untuk merasakannya.
Memang begitulah jati diri kehidupan yang tak tahu bagaimana alurnya, tak selalu
maju, mundur,maupun campuran.
Alur
mundur,sebagai tuntunan dan acuan tindakan untuk masa sekarang sampai kedepan,
dan masa depan sebagai tujuan paripurna untuk masa sekarang.
Hidup tanpa adanya sosok wanita sebagai
tauladan, sandaran segala peluh, dan curahan berbagai perasaan kecewaku
terhadap terpaan liku kehidupan yang penuh kesukaran dan kesulitan terkadang
membuatku rindu akan hadirnya bersamaku. Memompa semangatku untuk selalu
menjalani dan mensyukuri liku kehidupan yang telah digariskan.
Walaupun goresan kenangan itu tak
berbekas sedikitpun dijiwa, relung, dan memorialku, aku terus berharap selalu
akan ada cerita tentangmu dari orang-orang tercinta. Dari kakak-kakakku yang
tak jera memberi teladan dengan segala bentuk usahanya demi para adiknya, dan
yang paling kurindukan petuah-petuah dari ayahku yang sudah renta saat ini.
Menjadi anak bungsu dari tujuh
bersaudara, dengan empat kakak laki-laki dan dua kakak perempuan tanpa adanya
sosok ibu, dan tumbuh di kalangan yang bisa dibilang pas-pasan memberikanku
banyak pelajaran terutama tentang tanggungjawab sebagai seorang anak sekaligus
adik. Sebagai anak yang satu-satunya dapat menjamah bangku kuliah dan
berkesempatan menjabat gelar pendidikan sebagai mahasiswa tampaknya sangat
bahagia bagiku menempuhnya. Namun disisi lain dengan posisi seperti saat ini
mengingatkanku dalam menggenggam tanggungjawab yang besar pula dalam lingkup
keluarga dan lingkungan masyarakat Desa Rawoh, tepatnya di wilayah Kabupaten
Grobogan. Saksi bisu dimana aku dilahirkan 18 tahun yang lalu dan masih
kutemukan orang yang paling berperan dalam perjalananku menjumpai dunia. Sosok
ibu disampingku, dan yang telah hilang dua tahun kedepannya,setelah
kelahiranku.
Sempatku ditenggelamkan dalam cerita
masa lalu dimana saat ibuku berjuang melawan penyakit yang terus
menggerogotinya sampai beliau tak kuat untuk berlama-lama bertahan memikulnya
sendiri. Penyakit kronis yang dapat berakibat fatal yang menurut mereka, para
teknisi kedokteran belum menjumpai obat yang mujarab untuk menyembuhkan dan menghilangkannya
jauh-jauh dari raga yang enggan dianggap sebagai parasit kehidupan saat itu. Pada
tahun kedua dari usiaku, usia dimana pertumbuhan dan perkembangan anak yang
belum sempurna, dari cara berjalan, berlari, makan, bicara, dan menyampaikan
apa yang dikehendaki saja tak bisa. Apalagi menyampaikan perasaanku, bahwaku
masih ingin bersamanya, dibesarkan olehnya, dan melihatnya merasa jengkel dan
gemas ketika menjumpai tingkahku yang nakal kala itu, mengantarkan kesekolah, diambilkannya
buku raport, dan membuatnya tersenyum kala melihat rata -rata nilai raport yang
telah kuperoleh atas tuntunan dan didikannya. Hal itu sangatlah kurindukan dan
ingin sekali kumerasakannya walaupun dalam lorong waktu yang terjadi pada
orang-orang beruntung selain aku yang dapat dibesarkan dan dilimpahkan kasih
sayang yang sempurna dari sosok ibu.
Gelar pendidikan tertinggi dalam lingkup
keluarga membuatku tak hentinya berkeyakinan memperoleh berbagai pengalaman dan
menjadikan pengalaman tersebut sebagai acuan untuk selektif dalam menyikapi
berbagai tekanan kehidupan. Mahasiswa bukanlah gelar sepele di lingkungan
masyarakat desaku. Hanya beberapa gelintir orang yang berkesempatan untuk
menempuh gelar ini. Kebanyakan dari remaja di desa tempat tinggalku memilih menuai
kesempatan untuk hidup mandiri dengan bekerja di perumahan, garment, resto, dan
pekerja bangunan di kota-kota besar seperti Semarang, Solo, Surabaya dan
Jakarta. Pilihan yang mereka tempuh bukanlah sekedar intimidasi keegoan
individu. Akan tetapi mereka juga memikirkan keadaan ekonomi yang dipikul oleh
orang tua dan keluarga besar mereka. Sering sekali aku merasa iri pada mereka
yang dapat lebih dahulu mandiri, tidak terus menerus merepotkan orang tuanya
dengan berpenghasilan dan hidup pada garisnya masing-masing. Bahkan banyak
diantara mereka yang sudah memberikan gaji yang mereka peroleh untuk kedua
orangtuanya, sebagai usaha balas budi yang mungkin tak seberapa bagi orang
tuanya, yang telah berjasa disepanjang kehidupannya. Hal itu kembali
menyulutkan ghirah semangatku untuk segera mencontoh perbuatan mereka dengan
berusaha membahagiakan orang tua. Namun, untuk saat ini tugasku hanya belajar,
kuliah dengan sungguh-sungguh, melatih diri dalam organisasi kampus, dan
menjadi wisudawati terbaik pada tahun kelulusanku nanti, pada tahun 2016.
Dalam lingkungan masyarakat pedesaan, yang
saat ini banyak anak-anak bermain diluar, menikmati sepak bola, bulu tangkis,
benthik, tekongan(dolanan tradisional) membuat saya berkeinginan untuk lebih
memanfaatkan waktu bermain mereka dalam dunia membaca dan bermain didalamnya.
Saya ingin membuatkan mereka taman baca dan taman bermain di rumah saya.
Kebetulan terdapat ruang yang kosong, dan tidak digunakan sebagai kamar tidur
yang dapat disinggahi dan ditempati oleh ratusan buku untuk dinikmati. Kebudayaan
membaca adalah salah satu hal yang kurang diperhatikan bagi para orang tua.
Apalagi dilingkungan tempat tinggal saya yang dikarenakan mayoritas dari mereka
berprofesi sebagai petani dan peternak. Anak-anak bebas bergaul dan bermain
diluar tanpa pengawasan dari orangtua. Sementara para orangtua sibuk dengan
profesinya masing-masing di sawah. Hal itulah yang membuat saya berkeinginan
untuk berusaha membukakan jendela dunia bagi mereka, terutama bagi anak-anak,
melaui kecintaan mereka untuk membaca buku sehingga budaya membaca dapat
terlestarikan.
Selain itu, saya ingin mengembangkan
segala bentuk potensi dan kreativitas para ibu rumah tangga yang sibuk menekuni
profesinya sebagai petani dengan melakukan pelatihan-pelatihan pengembangan
skill kecil-kecilan terlebih dahulu yang diikuti oleh masyarakat dusun saya. Kemudian
hasil kreativitas tersebut dapat dijual secara individual ataupun kolektif
dalam bentuk pameran desa. Hal itu saya inginkan karena kegiatan ibu-ibu PKK di
dusun saya tidak berjalan, sehingga kreativitas mereka tidak sering diasah dan
masih stagnan pada profesi mereka yang hanya itu-itu saja. Alangkah lebih
baiknya jika para ibu dapat melakukan hal yang lebih bermanfaat lainnya dengan
berkumpul dalam suatu komunitas yang disana sebagai tempat bertukar pikiran dan
berkreativitas mengembangkan potensi mereka masing-masing.
Mengadakan desa binaan dengan
mengembangkan seluruh potensi seluruh masyarakat dengan menjadikan Desa Rawoh,
Kec. Karangrayung Kab. Grobogan sebagai pusat industri pertanian khususnya
kacang hijau yang sukses, bermutu, terkenal,dan berkualitas. Hasil industi dari
kacang hijau tersebut dapat diolah menjadi berbagai makanan dan minuman kecil
seperti dodol, sari kacang hijau, tempe kacang hijau, gethuk kacang hijau dan
jenis olahan lain yang memungkinkan untuk dipasarkan. Bersama-sama mengelola
para warga Desa Rawoh, khususnya Dusun Jaten untuk berkenan mengembangkan,
memajukan dan memakmurkan desa, dalam aspek perkembangan industrinya. Kemudiaan
hasil industri tersebut dapat dipasarkan keseluruh pelosok, dan dapat pula
ditampilkan dalam rangkaian acara pameran desa yang diselenggarakan.
Dalam hal diluar desa tempat kelahiran
saya, ingin sekali saya mengadakan suatu penelitian ataupun pengabdian tentang
seluk-beluk pendidikan, agama, dan sosial yang dimiliki oleh masyarakat
tertentu, khususnya masyarakat yang tinggal dipinggiran ataupun masyarakat yang
tinggal di daerah pelosok. Masyarakat yang masih primitif dengan pendidikan
modern yang pengajarannya dominan pada pengembangan teknologi, terutama
internet yang saat ini dapat diakses dengan mudah. Dengan latar belakang
tersebut,saya ingi tahu bagaimana mereka menjalankan agama/kepercayaan yang
mereka anut dan bagaimana pula kehidupan sosial yang mereka jalani. Mengabdi
selama beberapa minggu dan berusaha mengubah tatanan pendidikan yang masih jauh
primitif menuju pendidikan yang modern dengan tidak melupakan latar belakang
pendidikan primitif sebagai acuan kedepan lebih baik.
Dalam mengayunkan langkah, sering kujumpai
seorang yang berusaha memahami kehidupan dengan berbagai usaha yang dilakukan.
Di kampus, ada seorang kakek yang melangkah dengan terseret-seret
memperdagangkan koran yang dibawanya setiap hari. Beliau setiap hari
berkeliling di kampus saya STAIN Salatiga, Pasar Raya Salatiga, dan sering pula
saya menjumpai beliau di daerah Blotongan, Salatiga yang jaraknya mencapai 6
kilo dengan menikmati langkah yang tetap terseret dan masih setia pula dengan
koran yang dibawanya dan tas ransel warna pink yang berisi koran dan majalah
dipunggungnya. Sempat pula saya merasa ingin tahu bagaimana keadaan
keluarganya, dimana rumahnya, dan status sosialnya. Hal itu beliau lakukan
hanya untuk berusaha menempuh hidup sebijak mungkin.
Itulah keinginan saya dalam membantu
sesama. Karena masih diberi kesempatan menghela nafas, saya berusaha untuk memanfaatkan
hembusan ini dan menjadi seorang yang bermanfaat bagi orang lain. Saya ingin
menjadi akar yang menopang batang, ranting, dahan, dan buah. Akar yang kuat
bertahan menjaga keutuhan pohon, menghadapi terpaan hujan, panas, angin
kencang, dan terkadang akar harus menerima berbagai beban dari keegoan manusia.
Akar yang masih bertahan walaupun sudah ditebang, dan akan tumbuh lagi
tunas-tunas yang akan tumbuh subur dan rimbun dikemudiannya. Karena akibat
ditebang, bukan berarti mati karenaya. Namun ia akan menjadi akar yang semakin
kuat menjaga keutuhan pohon yang rimbun dan asri di masa depannnya.
tingkatkannnn
BalasHapus